Sabtu, 15 Juni 2013

Kasus L/C Bank Century

“Kasus Letter of credit pada kasus Bank Century“ Nama : Devi Safitri NPM : 24209312 Kelas : 4eb19 Letter of credit atau sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC adalah sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar negeri (kepada pemesan). Kasus yang terjadi pada bank century tepatnya pada akhir november 2008 merupakan masalah gagal kliring yang disebabkan oleh faktor teknis berupa keterlambatan penyetoran prefund, penyebab lain ambruknya Bank Century adalah penipuan oleh pemilik dan manajemen dengan menggelapkan uang nasabah. Mereka adalah Robert Tantular, Anggota Dewan Direksi Dewi Tantular, Hermanus hasan Muslim dan Laurance Kusuma serta pemegang Saham yaitu Hesham Al Warraq Thalat dan Rafat Ali Rijvi. Pengelapannya dilakukan dengan beberapa cara : 1) Memanfaatkan produk reksa dana fiktif yang diterbitkan PT. Antaboga Delta Sekuritas Indonesia yang dijual terselubung di Bank Century. 2) Menyalurkan sejumlah kredit fiktif. 3) Menerbitkan letter of Credit ( L/C ) Fiktif. Modusnya, yaitu pemilik Bank Century membuat perusahaan atas nama orang lain untuk kelompok mereka. Lantas mereka mengajukan permohonan kredit, tanpa prosedur semestinya serta jaminan yang memadai mereka dengan mudah mendapatkan kredit. Bahkan ada kredit Rp. 98 Milyar yang cair hanya dalam 2 jam. Jaminan mereka tambahnya hanya surat berharga yang ternyata bodong. Selain itu, Robert Tantular juga menyalahgunakan kewenangan memindah bukukan dan mencairkan dana deposito valas sebesar Rp. 18 Juta Dollar AS tanpa izin sang pemilik dana, Budi Sampoerna. Robert juga mengucurkan kredit kepada PT Wibowo wadah Rezeki Rp. 121 Milyar dan PT Accent Investindo Rp. 60 Milyar. Pengucuran dana ini diduga tidak sesuai prosedur. Robert Tantular juga melanggar Letter Of Commitmen dengan tidak mengembalikan surat – surat berharga Bank Century di luar negeri dan menambah modal Bank. A. Permasalahan Yang Ditimbulkan Oleh Bank Century : 1. Bahwa masalah di Bank Century disebabkan lemahnya Bank Indonesia mengawasi pengoperasian perbankan nasional, sehingga merugikan keuangan Negara. BI dinilai lalai dalam pengawasan, sehingga direksi dan pemilik Bank Century sejak 2005 leluasa melarikan dana milik nasabah ke luar negeri melalui penerbitan Obligasi bodong. 2. DPR merasa dilangkahi pemerintah, karena pemerintah dan DPR hanya bersepakat mengeluarkan dana rekap sebesar 1,3 trilyun, nyatanya 6,7 trilyun. 3. Pengambilalihan Bank Century oleh pemerintah melalui LPS tidak memiliki konsep yang jelas dan akan menimbulkan kerugian yang cukup besar. Dana yang dikeluarkan LPS dalam upaya penyehatan Century yang mencapai Rp. 6,77 trilyun dapat dipastikan tidak akan bisa kembali. Dan akan menimbulkan kerugian yang besar, artinya upaya LPS memperetahankan deposan – deposannya tidak lari gagal. 4. Saat ini muncul dugaan dana rekap Bank Century bukan hanya 6,7 trilyun tetapi mencapai hingga 9 Trilyun. B. Penyelesaian Kasus Bank Century 1. Masih banyak misteri yang melingkupi kasus penyelamatan Bank Century. Karena itu audit investigasi BPK harus dilakukan dengan tuntas. Jangan sampai ada penumpang gelap yang bermain dengan mengatasnamakan penyelamatan ekonomi nasional. Misteri itulah yang ditindaklanjuti komisi pemberantasan Korupsi (KPK) dengan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi terhadap bank. Tidak hanya KPK, DPR pun minta KPK mengaudit proses bailout tersebut. Itu karena sebelumnya DPR pada tanggal 18 Desember 2008 telah menolak peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4 Tahun 2008 tentang jaringan pengaman sector keuangan ( JPSK ) sebagai payung hukum dari penyelamatan bank milik pengusaha Robert Tantular itu. 2. Pemerintah terus memburu asset Robert Tantular dan pemegang saham lainnya di luar negeri dengan membentuk tim pemburu asset. Tim ini beranggotakan staf Departemen Keuangan, Markas Besar Polri, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin simpanan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, serta Departemen Hukum dan Hak Azasi manusia. Untuk di dalam negeri jumlah asset yang disita polisis terkaitb kasus tindak pidana perbankan di Bank Century sebesar Rp 1,191 miliar. Sementara di luar negeri, polisis berhasiul menemukan dan memblokir asset milik Robert Tantular senilai 19,25 Juta dolar AS atau setara Rp 192,5 Miliar. Uang sebesar itu antara lain terdapat di USB AG Bank Hongkong senilai 1,8 juta dolar AS, PJK Jersey sejumlah 16,5 juta dolar AS, dan British Virgin Island (Inggris) sebesar 927 ribu dolar AS. Selain itu polisi juga menemukan dan memblokir aset Hesham Al Warraq serta Rafat Ali Rizvi senilai Rp 11,64 triliun. Aset itu tersebar di UBS AG Bank sejumlah 3,5 juta dolar AS, Standard Chartered Bank senilai 650 ribu dolar AS dan sejumlah SGD 4.006, di ING Bank sebesar 388 ribu dolar AS. 3. Dalam proses hukum bank Century, pemilik bank century Robert tantular beserta pejabat bank century telah ditetapkan sebagai terdakwa kasus penggelapan dana nasabah. Bahkan manajemen Bank Century telah terlibat dalam memasarkan produk reksadana PT Antaboga Sekuritas yang jelas-jelas dalam pasal 10 UU Perbankan telah dilarang. Prinsip the five C’s of credit analysis yang menjadi dasar pemberian dana talangan rupanya tidak diterapkan oleh LPS. LPS harusnya meneliti Character (kejujuran pemilik bank), collateral (jaminan utang bank), capital (modal), capacity (kemampuan mengelola bank) dan condition of economy sebelum bailout diberikan. Artinya dari segi the five C’s of credit analysis Bank Century sebenarnya tidak layak sama sekali mendapatkan dana talangan dari LPS. Ironisnya LPS justru mengucurkan dana sampai 6,7 triliun ke bank itu. 4. Solusi untuk mengatasi bank-bank bermasalah bukan dengan memberikan penjaminan penuh (blanket guarantee atau bailout) seperti yang diberikan ke Bank Century. Hal itu berdasar pengalaman krisis keuangan 1998 yang akhirnya mengakibatkan munculnya bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hingga Rp 600 triliun. C. Bank Indonesia Beberkan Alasan 1. Bank Indonesia (BI) membeberkan alasan terkait keputusan BI saat memberikan predikat bank gagal dan berpotensi sistemik, sehingga harus diserahkan kepada LPS. Akibatnya LPS harus meraguh kocek hingga Rp 6,7 triliun untuk menyelamatkan bank tersebut. Ada 5 (lima) kriteria bank century masuk kategori sistemik antara lain : 1) Bagaimana dampak terhadap sector riil jika bank century ditutup. Dalam parameter pertama itu Bank century yang memiliki 65 ribu nasabah tersebut memang tidak berdampak luas. Istilahnya low impact. Tapi ini hanya salah satu parameter 2) Bagaimana dampak terhadap bank-bank lain jika Bank Century ditutup. Dalam parameter tersebut BI menilai imbasnya bias sangat besar. Sebab data BI menunjukkan saat Bank Century sekarat (November 2008), ada beberapa bank kecil yang memiliki exposure besar di Bank Century. Artinya, dana bank-bank tersebut kecantol di Bank Century melalui fasilitas Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Berdasarkan kalkulasi BI jika dana bank-bank tersebut tidak bias kembali, bank-bank itu bakal mengalami kesulitan likuiditas, rasio kecukupan modal (CAR)-nya turun, dan akhirnya harus masuk dalam pengawasan khusus. Jika bank-bank tersebut masuk pengawasan khusus, bank-bank lain yang memiliki exposure juga akan demikian. Karena itu, bisa menimbulkan efek berantai ke seluruh perbankan. 3) Dampak pada pasar keuangan yakni pasar obligasi pemerintah dan bursa saham. Kalau century ditutup, ada bank lain bermasalah. Karena bank lain itu mempunyai exposure SUN cukup besar, sehingga SUN harus dijual. Itu akan menggoyangkan pasar SUN karena terjadi penjualan besar-besaran. Kalau bank-bank tadi adalah listed company ( perusahaan tercatat dibursa saham ) itu akan menggoyang pasar saham. 4) Dampak kepada system pembayaran antar bank. Kalau ditutup, bank-bank lain yang memiliki tagihan ke Bank Century sulit menagih dan ini tidak dijamin. Ini bisa mengakibatkan system pembayaran chaos. Dalam artian adanya imbas psikologis masyarakat jika Bank Century ditutup. Semua menunjukkan imbasnya mulai medium to high impact hingga high impact. 5) Sejak pertengahan 2008, saat krisis ekonomi global mulai menghebat system keuangan di Indonesia mengalami tekanan hebat. Dana perbankan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang biasanya mencapai Rp 200 triliun tiba-tiba menyusust tinggal Rp 89 triliun. Artinya ada indikasi penarikan dana masyarakat dari bank dalam jumlah besar. Untuk membayar itu, bank harus mencairkan dana mereka yang disimpan di SBI. Indikator lain anjloknya dana deposito masyarakat. Akibatnya untuk menarik dana masyarakat bank mulai menaikkan suku bunga simpanan hingga terjadi perang suku bunga. Bahkan bank-bank besar yang sebelumnya menjadi supplier dalam fasilitas Pasar Uang Antar Bank (PUAB) mulai menahan dana. Hal itu mengakibatkan bank-bank kecil dan menengah mengalami kesulitan likuiditas. Saat itu PUAB sangat tegang. Selain itu resiko gagal kredit ( credit default swap) Indonesia melonjak dari angka normal 200 basis poin (bps) menjadi 1.400 bps. Ditambah pencairan dana investor asing sekitar USD 6 miliar. Intinya ada tekanan besar di pasar uang. Sumber http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/03/tugas-2-contoh-kasus-letter-of-credit-lc/ http://id.wikipedia.org/wiki/Letter_of_credit

Minggu, 28 April 2013

TUGAS KURS

Nama : Devi Safitri NPM : 24209312 Kelas : 4eb19 Mata Kuliah : Akuntansi Internasional KURS UANG KERTAS ASING Update Terakhir 21 March 2013 1. Tn.Pasha berkunjung ke indonesia dengan membawa uang $ 200.000 hongkong. Ketika di tukar ke bank,berapa uang yang di dapat Tn.Pasha ? $ 200.000 x 1,246.67 = Rp 249.334.000,- 2. Tn.Amar mengimport mobil dari amerika dengan harga $14.000. Berapa GBP yang harus dibayar Tn. Amar ?  $14.000 x 9,775.00 = Rp 136.850.000,-  Rp 136.850.000,- = 9.258,63 Pounds 14,780.78 3. Tn. Sann ingin membuka usaha dibidang impor gula dari Jepang. Dia membutuhkan ¥ 30.000 untuk modal usahanya. Berapa rupiah yang harus dia siapkan jika mempunyai tabungan $ 10.000 ?  ¥ 30.000 x 10,185.47 = Rp 305.564.100  $ 10.000 x 9,677.00 = Rp 96.770.000 Rp 208.794.100 4. Tn. Mikha mendapat kiriman 1500 euro. Dia berniat membeli perlengkapan pencinta alam $ 400 Singapore, kemudian beli beras untuk keluarganya selama 3 bulan senilai $ 300 Hongkong. Jika mikha ingin beli perhiasan untuk istrinya diinggris senilai GBP 1600, maka berapa rupiah yang harus disiapkan lagi ditabunganya ?  $ 400 x 7,822.50 = Rp 3.129.000  $ 300 x 1,259.45 = Rp 377.835  1600 Pounds x 14,780.78 = Rp 23.649.248 Rp 27.156.083  € 1500 x 12,529.78 = Rp 18.794.670 Rp 8.361.413,- 5. Ms.Key memperoleh deviden dari sejumlah saham yang ia punya diluar negeri sebesar $ 8000 Australia. Ia ingin membelikan anak kembarnya ipad masing-masing $ 1000 Singapore. Ia ingin mengajak pergi istrinya dan tour perorang dikenakan biaya $ 4000. Biaya fiskalnya Rp 2.500.000. Berapa EUR yang harus diambil Ms.Key dari tabunganya ?  SGD 1000 x 7,822.50 = Rp 7.822.500  SGD 1000 x 7,822.50 = Rp 7.822.500  USD 4000 x 9,775.00 = Rp 39.100.000  USD 4000 x 9,775.00 = Rp 39.100.000  Rp 2.500.000 x 2 = Rp 5.000.000 + Rp 98.845.000  AUD 8000 x 10,042.79 = Rp 80.342.320 Rp 18.502.680  Rp 18.502.680 = 1461,67 euro 12,658.63 6. Toto berkunjung ke thailand dengan membawa uang 200000 bath. Ketika di tukar ke bank,berapa rupiah yang di dapat toto ? 200000 bath x Rp 334.99 = Rp 66.998.000 7. Amara mengimport mobil dari jepang dengan harga ¥ 15000. Berapa SGD yang harus dibayar Amara ?  ¥ 15.000 x 10,185.47 = Rp 152.782.050  Rp 152.782.050 = 19.531,10 SGD 7,822.50 8. Vino ingin membuka usaha dibidang impor gula dari China. Dia membutuhkan ¥ 100000 untuk modal usahanya. Berapa rupiah yang harus dia siapkan jika mempunyai tabungan $ 10000 ?  ¥ 100.000 x 1,558.24 = Rp 305.564.100  $ 10000 x 9,677.00 = Rp 96.770.000 Rp 208.794.100 9. Tn. Miko mendapat kiriman AUD 20000. Dia berniat membeli perlengkapan pencinta alam 300 SGD kemudian beli beras untuk keluarganya selama 3 bulan senilai HKD 250. Jika mikha ingin beli perhiasan untuk istrinya diinggris senilai GBP 2000, maka berapa rupiah yang harus disiapkan lagi ditabunganya ?  $ 300 x 7,822.50 = Rp 3.129.000  $ 250 x 1,259.45 = Rp 314.862,5  2000 Pounds x 14,780.78 = Rp 29.561.560 Rp 33.005.422,5  2000 AUD x 12,529.78 = Rp 25.059.560 Rp 7.945.862,5 10. Jono memperoleh deviden dari sejumlah saham yang ia punya diluar negeri sebesar AUD 12000. Ia ingin membelikan anak kembarnya notebook masing-masing SGD 975. Ia ingin mengajak pergi istrinya dan tour perorang dikenakan biaya $ 4000. Biaya fiskalnya Rp 3000000. Berapa EUR yang harus diambil jimmy dari tabunganya ?  SGD 975 x 7,822.50 = Rp 7.626.937,5  SGD 975 x 7,822.50 = Rp 7.626.937,5  USD 4000 x 9,775.00 = Rp 39.100.000  USD 4000 x 9,775.00 = Rp 39.100.000  Rp 3.000.000 x 2 = Rp 6.000.000 + Rp 99.453.875  AUD 12000 x 10,042.79 = Rp 80.342.320 Rp 19.111.555  Rp 19.111.555 = 1509,78 euro 12,658.63

ARTIKEL “ Ketergantungan Terhadap Produksi Pertanian dan Ekspor Barang-Barang Primer “

Nama : Devi Safitri NPM : 24209312 Kelas : 4eb19 TUGAS SOFTSKILL 2 ARTIKEL “ Ketergantungan Terhadap Produksi Pertanian dan Ekspor Barang-Barang Primer “ Sebagian besar penduduk negara-negara dunia ketiga hidup dan bekerja di daerah pedesaan. Lebih dari 65 persen jumlah penduduk negara-negara berkembang tinggal menetap,bahkan turun menurun di pedesaan, sedangkan penduduk di negara maju yang tinggal di desa-desa kurang dari 27 persen. Demikian pula halnya dengan angkatan sekitar 58 persen angkatan kerja di negara-negara dunia ketiga mencari nafkah di sektor pertanian, sedangkan di negara-negara maju hanya sekitar 5 persen. Memasuki era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan internasional yang sangat ketat dan bebas ditambah perubahan lingkungan strategis domestik yang sangat cepat, akan membawa pengaruh dan implikasi yang sangat besar terhadap upaya peningkatan daya saing produk pertanian strategis nasional. Kondisi kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien dan kualitas yang baik serta harga murah merupakan pijakan utama bagi kelangsungan hidup usaha produk pertanian. Sehubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi dan kemampuan pelaku usaha berbasis produk pertanian merupakan faktor kunci keberhasilan dalam peningkatan daya saing produk pertanian. Dengan demikian, ada 2 (dua) strategi yang dapat dilakukan untuk mendukungnya, yaitu memperkuat kebijakan makro dengan arah terciptanya sistem perdagangan yang kondusif melalui berbagai instrumen kebijakan seperti kebijakan fiskal dengan memberikan insentif bagi usaha di bidang pertanian, dan pengalokasian APBN dan APBD yang memadai untuk pengembangan sektor pertanian dan pangan, serta dukungan kebijakan perdagangan yang kuat melalui pemberian proteksi dan promosi bagi produk-produk pertanian yang strategis. Kondisi sistem perdagangan produk pertanian nasional sering kali disoroti dan ditanggapi mengenai kinerja selama ini yang kurang memuaskan berbagai pihak. Bahkan media massa selalu mengangkat berita sebagai topik utamanya mengenai berbagai persoalan dan permasalahan yang menyangkut produk pertanian domestik serta membanjirnya produk pertanian impor yang semakin banyak beredar dipasaran. Disadari bahwa sorotan ini sangat erat kaitannya dengan usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing produk pertanian, pemberian modal dan tenaga kerja terampil dan berbasis inovasi teknologi dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal. Salah satu isu penting yang mengemuka dan perlu dicermati bersama, adalah mengenai adanya peluang bagi indonesia untuk jatuh ke dalam jebakan pangan (food trap), jika pilihan kebijakannya semata-mata bermuara pada penyediaan yang bertumpu pada impor saja. Jebakan pangan yang dimaksud, yaitu suatu kondisi dimana suatu negara mempunyai ketergantungan yang sangat kuat terhadap impor produk pangan. Jebakan pangan juga mengandung pengertian ketidakmampuan sarana dan prasarana produksi pangan dalam negeri untuk bersaing dengan bahan pangan produksi impor. Dan pada tingkat yang ekstrim, jebakan pangan akan menyebabkan hilangnya keleluasaan dalam menentukan kebijakan pangan nasional, karena beban biaya melepaskan dari ketergantungan terhadap impor semakin besar. Jebakan pangan (food trap) pada tahap awal ditandai dengan membanjirnya produk pangan impor dengan harga murah di pasaran. Harga murah ini seringkali dikemas dengan baik dengan kebijakan besarnya keuangan dari perusahaan utama melalui agennya untuk marketing ataupun dalam kerangka promosi jangka panjang. Ketidakmampuan bersaing dengan harga murah menyebabkan banyak pelaku bisnis dan pengambil kebijakan melakukan jalan pintas secara jangka pendek, yaitu melakukan impor. Kondisi demikian tentu saja mengakibatkan semakin tidak efisiennya sistem produksi pangan dalam negeri, dan pada gilirannya akan menyebabkan tidak terpakainya sarana dan prasarana produksi selama beberapa masa siklus produksi yang kemudian akan terjadi adalah kemandekan usaha produksi di dalam negeri. Sebagai fakta perbandingan, jumlah angka volume ekspor dan impor pada produk makanan dan minuman yang beredar di pasar domestik dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 menunjukan kenaikan yang signitifikan, meskipun ekspor menunjukan kenaikan sebesar 28,18% tetapi lonjakan impor untuk produk makanan dan minuman mengalami kenaikan yang cukup besar sekitar 73,74%. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyebutkan khusus untuk bahan tambahan pangan (BTP) yang ada Indonesia, sebesar 80% juga masih dari impor, meliputi sekuestran pewarna sintetik, pengeras, pengawet, antioksidan, pengatur keasaman, penyedap atau penguat rasa, pemutih, pemanis. Untuk produk lokal hanya pemanis saja yang cukup memiliki peran. Namun itu hanya sebatas gula tebu, bukan pemanis buatan sementara sisanya impor lebih mendominasi di pasaran. Sebenarnya Indonesia memiliki bahan melimpah untuk bahan-bahan pembuat produk pangan(food ingredients). Namun sejauh ini masih sangat sedikit pihak wirausaha dan masyarakat yang tertarik untuk berinvestasi bidang food ingredients di Indonesia. Ingredients adalah bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi pangan. Bahan-bahan itu bisa berupa bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong. Bisa dibayangkan bahwa dengan kondisi demikian dengan makin banyaknya barang produk-produk pangan masuk ke Indonesia, lambat laun akan terjadi proses pembelajaran masyarakat untuk menyukai produk pangan impor serta akan semakin tergesernya produk pangan asli dan terabaikannya keragaman sumber daya bahan pangan lokal serta akan semakin jauh dari jangkauan selera masyarakat Indonesia. Bicara mengenai jebakan pangan, terlihat bahwa sebagai bangsa kita harus kembali kepada kepercayaan diri untuk bisa menghindari jebakan pangan tersebut. Bahkan sebaliknya kita harus punya kemampuan dan kapasitas membangun kemandirian dalam hal pangan secara luas. Pada tatanan nasional, kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduk memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dan halal didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya domestik. Salah satu indikator yang dapat mengukur kemandirian pangan adalah besaran ketergantungan impor terhadap ketersedian pangan nasional. Secara umum potensi dan peluang dalam mewujudkan peningkatan daya saing produk pertanian strategis nasional, adalah besarnya jumlah penduduk sekitar 241 juta jiwa pada tahun 2011 dan terus bertambah sekitar 1,34% per tahun sehingga pada akhir tahun 2012 diperkirakan mencapai 245 juta jiwa. Penduduk ini juga merupakan agen pelaku usaha di bidang pangan yang menggerakkan perekonomian daerah maupun nasional. Sebagian besar PDB (Produk Domestik Bruto) setelah periode krisis dibangkitkan dari komsumsi domestik lebih dari 65% dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kegiatan ekonomi pangan masyarakat memiliki peran penting dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Inti persoalan dalam mewujudkan kemandirian pangan nasional terkait dengan pertumbuhan permintaan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya. Permintaan pangan meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat serta perkembangan selera. Dinamika sisi permintaan ini menyebabkan kebutuhan pangan secara nasional meningkat dengan cepat, baik dalam jumlah, mutu, dan keragamannya. Sementara itu, kapasitas produksi pangan nasional terkendala oleh kompetisi pemanfaatan lahan dan penurunan sumberdaya alam. Apabila persoalan ini tidak diatasi, maka kebutuhan akan impor pangan terus meningkat dan ketergantungan terhadap pangan impor semakin tinggi. Selain itu, persoalan efisiensi dan peningkatan produksi hasil pertanian memang tergantung pada ketersediaan infrastruktur yang memadai serta bagaimana kebijakan pemerintah yang disusun untuk mendukung hal tersebut. Oleh karena itu, perlu ada penataan ulang terhadap orientasi kebijakan di bidang pertanian. Bahkan, melihat skala dan lingkup dampaknya, kebijakan di bidang pertanian tidak lagi bisa diserahkan kepada Kementerian Pertanian saja tetapi harus melibatkan secara sinergis Kementerian-Kementerian terkait, seperti: Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan beberapa Badan Negara yang lain. Jika perlu, di masa-masa yang akan datang, Kementerian-Kementerian tersebut dijauhkan dari adanya tarik menarik atas kepentingan ego sektoral demi memprioritaskan kepentingan dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan di negeri tercinta Indonesia. Kesimpulan artikel : Bagi negara-negara sedang berkembang, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan cenderung akan lebih dominan dibandingkan sektor lainnya. Di negara berkembang penduduknya tinggal di pedesaan dan mata pencarian utamanya adalah pertanian. Peranan sektor pertanian sangat penting, khususnya dalam proses awal pembangunan industrialisasi, karena pertanian dapat dianggap sebagai penggerak kegiatan ekonomi. Alasan utama terkonsentrasinya penduduk dan produksi dalam aktivitas pertanian dan produksi primer lainnya adalah bahwa pada tingkat pendapatan yang rendah prioritas utama setiap orang adalah pangan, pakaian dan papan. Rendahnya produktivitas pertanian di negara berkembang disebabkan karena besarnya jumlah penduduk dibandingkan dengan lahan pertanian yang tersedia, juga disebabkan karena teknologi yang dipergunakan pada sektor pertanian masih bersifat primitif, terbatasnya modal fisik dan kemampuan manusianya. Prioritas utama di negara berkembang adalah produksi pertanian dalam pembangunan nasional negara berkembang tergantung pada produksi primer, antara lain bahan baku. Dari sisi lain negara-negara berkembang pada umumnya lebih banyak berorientasi kepada produksi barang primer (pertanian, bahan bakar, hasil hutan, dan bahan mentah). Barang-barang primer tersebut merupakan ekspor utama ke negara lain. Dari sisi volume ekspor cukup tinggi, tapi nilai ekspornya rendah. Hal ini karena proporsi output pertanian sangat tinggi terhadap perekonomian, sementara sektor indutri sangat kecil. Penyebabnya karena sebagian besar penduduknya berpendapatan rendah dan bekerja sebagai petani. Ketergantungan pada ekspor primer disebabkan karena penguasaan teknologi yang rendah, serta jiwa wirausaha yang rendah yang umumnya disebabkan karena rendahnya pendidikan. Faktor-faktor tersebut yang mendorong terjadinya urbanisasi penduduk dari desa-desa (pertanian) ke perkotaan, dan bukan karena terciptanya lapangan kerja di sektor modern, karena terbukti banyaknya tenaga kerja yang tidak terserap oleh kegiatan di perkotaan dan menjadi pengangguran Dampak Positif 1. Membantu dalam proses awal pembangunan industrialisasi. 2. Mengeluarkan masyarakat dari keterbelengguan kehidupan yang bercorak tradisional. 3. Untuk menjamin agar penyediaan bahan makanan bagi penduduk, sehingga dapat terhindar dari kelaparan juga untuk mengurangi beban devisa untuk mengimpor bahan makanan. 4. Kenaikan produktivitas pertanian akan memperluas pasar bagi pasar industri. Dampak Negatif 1. Dalam suatu masyarakat tradisional tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih sangat terbatas. 2. Masalah yang terjadi pada ekspor industri primer mengakibatkan kenaikan ekspor lebih lambat daripada kenaikan impor.