Minggu, 28 April 2013

TUGAS KURS

Nama : Devi Safitri NPM : 24209312 Kelas : 4eb19 Mata Kuliah : Akuntansi Internasional KURS UANG KERTAS ASING Update Terakhir 21 March 2013 1. Tn.Pasha berkunjung ke indonesia dengan membawa uang $ 200.000 hongkong. Ketika di tukar ke bank,berapa uang yang di dapat Tn.Pasha ? $ 200.000 x 1,246.67 = Rp 249.334.000,- 2. Tn.Amar mengimport mobil dari amerika dengan harga $14.000. Berapa GBP yang harus dibayar Tn. Amar ?  $14.000 x 9,775.00 = Rp 136.850.000,-  Rp 136.850.000,- = 9.258,63 Pounds 14,780.78 3. Tn. Sann ingin membuka usaha dibidang impor gula dari Jepang. Dia membutuhkan ¥ 30.000 untuk modal usahanya. Berapa rupiah yang harus dia siapkan jika mempunyai tabungan $ 10.000 ?  ¥ 30.000 x 10,185.47 = Rp 305.564.100  $ 10.000 x 9,677.00 = Rp 96.770.000 Rp 208.794.100 4. Tn. Mikha mendapat kiriman 1500 euro. Dia berniat membeli perlengkapan pencinta alam $ 400 Singapore, kemudian beli beras untuk keluarganya selama 3 bulan senilai $ 300 Hongkong. Jika mikha ingin beli perhiasan untuk istrinya diinggris senilai GBP 1600, maka berapa rupiah yang harus disiapkan lagi ditabunganya ?  $ 400 x 7,822.50 = Rp 3.129.000  $ 300 x 1,259.45 = Rp 377.835  1600 Pounds x 14,780.78 = Rp 23.649.248 Rp 27.156.083  € 1500 x 12,529.78 = Rp 18.794.670 Rp 8.361.413,- 5. Ms.Key memperoleh deviden dari sejumlah saham yang ia punya diluar negeri sebesar $ 8000 Australia. Ia ingin membelikan anak kembarnya ipad masing-masing $ 1000 Singapore. Ia ingin mengajak pergi istrinya dan tour perorang dikenakan biaya $ 4000. Biaya fiskalnya Rp 2.500.000. Berapa EUR yang harus diambil Ms.Key dari tabunganya ?  SGD 1000 x 7,822.50 = Rp 7.822.500  SGD 1000 x 7,822.50 = Rp 7.822.500  USD 4000 x 9,775.00 = Rp 39.100.000  USD 4000 x 9,775.00 = Rp 39.100.000  Rp 2.500.000 x 2 = Rp 5.000.000 + Rp 98.845.000  AUD 8000 x 10,042.79 = Rp 80.342.320 Rp 18.502.680  Rp 18.502.680 = 1461,67 euro 12,658.63 6. Toto berkunjung ke thailand dengan membawa uang 200000 bath. Ketika di tukar ke bank,berapa rupiah yang di dapat toto ? 200000 bath x Rp 334.99 = Rp 66.998.000 7. Amara mengimport mobil dari jepang dengan harga ¥ 15000. Berapa SGD yang harus dibayar Amara ?  ¥ 15.000 x 10,185.47 = Rp 152.782.050  Rp 152.782.050 = 19.531,10 SGD 7,822.50 8. Vino ingin membuka usaha dibidang impor gula dari China. Dia membutuhkan ¥ 100000 untuk modal usahanya. Berapa rupiah yang harus dia siapkan jika mempunyai tabungan $ 10000 ?  ¥ 100.000 x 1,558.24 = Rp 305.564.100  $ 10000 x 9,677.00 = Rp 96.770.000 Rp 208.794.100 9. Tn. Miko mendapat kiriman AUD 20000. Dia berniat membeli perlengkapan pencinta alam 300 SGD kemudian beli beras untuk keluarganya selama 3 bulan senilai HKD 250. Jika mikha ingin beli perhiasan untuk istrinya diinggris senilai GBP 2000, maka berapa rupiah yang harus disiapkan lagi ditabunganya ?  $ 300 x 7,822.50 = Rp 3.129.000  $ 250 x 1,259.45 = Rp 314.862,5  2000 Pounds x 14,780.78 = Rp 29.561.560 Rp 33.005.422,5  2000 AUD x 12,529.78 = Rp 25.059.560 Rp 7.945.862,5 10. Jono memperoleh deviden dari sejumlah saham yang ia punya diluar negeri sebesar AUD 12000. Ia ingin membelikan anak kembarnya notebook masing-masing SGD 975. Ia ingin mengajak pergi istrinya dan tour perorang dikenakan biaya $ 4000. Biaya fiskalnya Rp 3000000. Berapa EUR yang harus diambil jimmy dari tabunganya ?  SGD 975 x 7,822.50 = Rp 7.626.937,5  SGD 975 x 7,822.50 = Rp 7.626.937,5  USD 4000 x 9,775.00 = Rp 39.100.000  USD 4000 x 9,775.00 = Rp 39.100.000  Rp 3.000.000 x 2 = Rp 6.000.000 + Rp 99.453.875  AUD 12000 x 10,042.79 = Rp 80.342.320 Rp 19.111.555  Rp 19.111.555 = 1509,78 euro 12,658.63

ARTIKEL “ Ketergantungan Terhadap Produksi Pertanian dan Ekspor Barang-Barang Primer “

Nama : Devi Safitri NPM : 24209312 Kelas : 4eb19 TUGAS SOFTSKILL 2 ARTIKEL “ Ketergantungan Terhadap Produksi Pertanian dan Ekspor Barang-Barang Primer “ Sebagian besar penduduk negara-negara dunia ketiga hidup dan bekerja di daerah pedesaan. Lebih dari 65 persen jumlah penduduk negara-negara berkembang tinggal menetap,bahkan turun menurun di pedesaan, sedangkan penduduk di negara maju yang tinggal di desa-desa kurang dari 27 persen. Demikian pula halnya dengan angkatan sekitar 58 persen angkatan kerja di negara-negara dunia ketiga mencari nafkah di sektor pertanian, sedangkan di negara-negara maju hanya sekitar 5 persen. Memasuki era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan internasional yang sangat ketat dan bebas ditambah perubahan lingkungan strategis domestik yang sangat cepat, akan membawa pengaruh dan implikasi yang sangat besar terhadap upaya peningkatan daya saing produk pertanian strategis nasional. Kondisi kemampuan bersaing melalui proses produksi yang efisien dan kualitas yang baik serta harga murah merupakan pijakan utama bagi kelangsungan hidup usaha produk pertanian. Sehubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi dan kemampuan pelaku usaha berbasis produk pertanian merupakan faktor kunci keberhasilan dalam peningkatan daya saing produk pertanian. Dengan demikian, ada 2 (dua) strategi yang dapat dilakukan untuk mendukungnya, yaitu memperkuat kebijakan makro dengan arah terciptanya sistem perdagangan yang kondusif melalui berbagai instrumen kebijakan seperti kebijakan fiskal dengan memberikan insentif bagi usaha di bidang pertanian, dan pengalokasian APBN dan APBD yang memadai untuk pengembangan sektor pertanian dan pangan, serta dukungan kebijakan perdagangan yang kuat melalui pemberian proteksi dan promosi bagi produk-produk pertanian yang strategis. Kondisi sistem perdagangan produk pertanian nasional sering kali disoroti dan ditanggapi mengenai kinerja selama ini yang kurang memuaskan berbagai pihak. Bahkan media massa selalu mengangkat berita sebagai topik utamanya mengenai berbagai persoalan dan permasalahan yang menyangkut produk pertanian domestik serta membanjirnya produk pertanian impor yang semakin banyak beredar dipasaran. Disadari bahwa sorotan ini sangat erat kaitannya dengan usaha pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing produk pertanian, pemberian modal dan tenaga kerja terampil dan berbasis inovasi teknologi dengan memanfaatkan sumber daya lokal secara optimal. Salah satu isu penting yang mengemuka dan perlu dicermati bersama, adalah mengenai adanya peluang bagi indonesia untuk jatuh ke dalam jebakan pangan (food trap), jika pilihan kebijakannya semata-mata bermuara pada penyediaan yang bertumpu pada impor saja. Jebakan pangan yang dimaksud, yaitu suatu kondisi dimana suatu negara mempunyai ketergantungan yang sangat kuat terhadap impor produk pangan. Jebakan pangan juga mengandung pengertian ketidakmampuan sarana dan prasarana produksi pangan dalam negeri untuk bersaing dengan bahan pangan produksi impor. Dan pada tingkat yang ekstrim, jebakan pangan akan menyebabkan hilangnya keleluasaan dalam menentukan kebijakan pangan nasional, karena beban biaya melepaskan dari ketergantungan terhadap impor semakin besar. Jebakan pangan (food trap) pada tahap awal ditandai dengan membanjirnya produk pangan impor dengan harga murah di pasaran. Harga murah ini seringkali dikemas dengan baik dengan kebijakan besarnya keuangan dari perusahaan utama melalui agennya untuk marketing ataupun dalam kerangka promosi jangka panjang. Ketidakmampuan bersaing dengan harga murah menyebabkan banyak pelaku bisnis dan pengambil kebijakan melakukan jalan pintas secara jangka pendek, yaitu melakukan impor. Kondisi demikian tentu saja mengakibatkan semakin tidak efisiennya sistem produksi pangan dalam negeri, dan pada gilirannya akan menyebabkan tidak terpakainya sarana dan prasarana produksi selama beberapa masa siklus produksi yang kemudian akan terjadi adalah kemandekan usaha produksi di dalam negeri. Sebagai fakta perbandingan, jumlah angka volume ekspor dan impor pada produk makanan dan minuman yang beredar di pasar domestik dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 menunjukan kenaikan yang signitifikan, meskipun ekspor menunjukan kenaikan sebesar 28,18% tetapi lonjakan impor untuk produk makanan dan minuman mengalami kenaikan yang cukup besar sekitar 73,74%. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menyebutkan khusus untuk bahan tambahan pangan (BTP) yang ada Indonesia, sebesar 80% juga masih dari impor, meliputi sekuestran pewarna sintetik, pengeras, pengawet, antioksidan, pengatur keasaman, penyedap atau penguat rasa, pemutih, pemanis. Untuk produk lokal hanya pemanis saja yang cukup memiliki peran. Namun itu hanya sebatas gula tebu, bukan pemanis buatan sementara sisanya impor lebih mendominasi di pasaran. Sebenarnya Indonesia memiliki bahan melimpah untuk bahan-bahan pembuat produk pangan(food ingredients). Namun sejauh ini masih sangat sedikit pihak wirausaha dan masyarakat yang tertarik untuk berinvestasi bidang food ingredients di Indonesia. Ingredients adalah bahan-bahan yang digunakan untuk memproduksi pangan. Bahan-bahan itu bisa berupa bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong. Bisa dibayangkan bahwa dengan kondisi demikian dengan makin banyaknya barang produk-produk pangan masuk ke Indonesia, lambat laun akan terjadi proses pembelajaran masyarakat untuk menyukai produk pangan impor serta akan semakin tergesernya produk pangan asli dan terabaikannya keragaman sumber daya bahan pangan lokal serta akan semakin jauh dari jangkauan selera masyarakat Indonesia. Bicara mengenai jebakan pangan, terlihat bahwa sebagai bangsa kita harus kembali kepada kepercayaan diri untuk bisa menghindari jebakan pangan tersebut. Bahkan sebaliknya kita harus punya kemampuan dan kapasitas membangun kemandirian dalam hal pangan secara luas. Pada tatanan nasional, kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduk memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dan halal didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya domestik. Salah satu indikator yang dapat mengukur kemandirian pangan adalah besaran ketergantungan impor terhadap ketersedian pangan nasional. Secara umum potensi dan peluang dalam mewujudkan peningkatan daya saing produk pertanian strategis nasional, adalah besarnya jumlah penduduk sekitar 241 juta jiwa pada tahun 2011 dan terus bertambah sekitar 1,34% per tahun sehingga pada akhir tahun 2012 diperkirakan mencapai 245 juta jiwa. Penduduk ini juga merupakan agen pelaku usaha di bidang pangan yang menggerakkan perekonomian daerah maupun nasional. Sebagian besar PDB (Produk Domestik Bruto) setelah periode krisis dibangkitkan dari komsumsi domestik lebih dari 65% dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kegiatan ekonomi pangan masyarakat memiliki peran penting dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Inti persoalan dalam mewujudkan kemandirian pangan nasional terkait dengan pertumbuhan permintaan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya. Permintaan pangan meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat serta perkembangan selera. Dinamika sisi permintaan ini menyebabkan kebutuhan pangan secara nasional meningkat dengan cepat, baik dalam jumlah, mutu, dan keragamannya. Sementara itu, kapasitas produksi pangan nasional terkendala oleh kompetisi pemanfaatan lahan dan penurunan sumberdaya alam. Apabila persoalan ini tidak diatasi, maka kebutuhan akan impor pangan terus meningkat dan ketergantungan terhadap pangan impor semakin tinggi. Selain itu, persoalan efisiensi dan peningkatan produksi hasil pertanian memang tergantung pada ketersediaan infrastruktur yang memadai serta bagaimana kebijakan pemerintah yang disusun untuk mendukung hal tersebut. Oleh karena itu, perlu ada penataan ulang terhadap orientasi kebijakan di bidang pertanian. Bahkan, melihat skala dan lingkup dampaknya, kebijakan di bidang pertanian tidak lagi bisa diserahkan kepada Kementerian Pertanian saja tetapi harus melibatkan secara sinergis Kementerian-Kementerian terkait, seperti: Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan beberapa Badan Negara yang lain. Jika perlu, di masa-masa yang akan datang, Kementerian-Kementerian tersebut dijauhkan dari adanya tarik menarik atas kepentingan ego sektoral demi memprioritaskan kepentingan dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan di negeri tercinta Indonesia. Kesimpulan artikel : Bagi negara-negara sedang berkembang, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan cenderung akan lebih dominan dibandingkan sektor lainnya. Di negara berkembang penduduknya tinggal di pedesaan dan mata pencarian utamanya adalah pertanian. Peranan sektor pertanian sangat penting, khususnya dalam proses awal pembangunan industrialisasi, karena pertanian dapat dianggap sebagai penggerak kegiatan ekonomi. Alasan utama terkonsentrasinya penduduk dan produksi dalam aktivitas pertanian dan produksi primer lainnya adalah bahwa pada tingkat pendapatan yang rendah prioritas utama setiap orang adalah pangan, pakaian dan papan. Rendahnya produktivitas pertanian di negara berkembang disebabkan karena besarnya jumlah penduduk dibandingkan dengan lahan pertanian yang tersedia, juga disebabkan karena teknologi yang dipergunakan pada sektor pertanian masih bersifat primitif, terbatasnya modal fisik dan kemampuan manusianya. Prioritas utama di negara berkembang adalah produksi pertanian dalam pembangunan nasional negara berkembang tergantung pada produksi primer, antara lain bahan baku. Dari sisi lain negara-negara berkembang pada umumnya lebih banyak berorientasi kepada produksi barang primer (pertanian, bahan bakar, hasil hutan, dan bahan mentah). Barang-barang primer tersebut merupakan ekspor utama ke negara lain. Dari sisi volume ekspor cukup tinggi, tapi nilai ekspornya rendah. Hal ini karena proporsi output pertanian sangat tinggi terhadap perekonomian, sementara sektor indutri sangat kecil. Penyebabnya karena sebagian besar penduduknya berpendapatan rendah dan bekerja sebagai petani. Ketergantungan pada ekspor primer disebabkan karena penguasaan teknologi yang rendah, serta jiwa wirausaha yang rendah yang umumnya disebabkan karena rendahnya pendidikan. Faktor-faktor tersebut yang mendorong terjadinya urbanisasi penduduk dari desa-desa (pertanian) ke perkotaan, dan bukan karena terciptanya lapangan kerja di sektor modern, karena terbukti banyaknya tenaga kerja yang tidak terserap oleh kegiatan di perkotaan dan menjadi pengangguran Dampak Positif 1. Membantu dalam proses awal pembangunan industrialisasi. 2. Mengeluarkan masyarakat dari keterbelengguan kehidupan yang bercorak tradisional. 3. Untuk menjamin agar penyediaan bahan makanan bagi penduduk, sehingga dapat terhindar dari kelaparan juga untuk mengurangi beban devisa untuk mengimpor bahan makanan. 4. Kenaikan produktivitas pertanian akan memperluas pasar bagi pasar industri. Dampak Negatif 1. Dalam suatu masyarakat tradisional tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih sangat terbatas. 2. Masalah yang terjadi pada ekspor industri primer mengakibatkan kenaikan ekspor lebih lambat daripada kenaikan impor.